Tuesday, June 28, 2016

Take Mie Away, Ketika Kreasi Berpadu Cita Rasa

Bulan Ramadan bulan yang dinanti tidak hanya umat muslim di Indonesia. Karena sesungguhnya yang dinanti adalah suasana yang berbeda dari bulan lainnya. Suasana wisata kuliner sore hari yang membuat bulan Ramadan bulan penuh berkah. Di bulan yang penuh keriuhan TOA ini  kita dengan mudah melampiaskan nafsu wisata kuliner. Jika biasanya kita ngidam jajanan yang untuk membelinya agak jauh dari rumah. Nah, di bulan Ramadan jajanan aneka ragam itu akan berjejalan di pinggir jalan. Menggoda di sore hari untuk dinikmati sambil menunggu bedug maghrib.



Meskipun di Balikpapan banyak titik bakulan takjil berjejal membuat macet jalan, saya sama sekali tidak tergoda untuk melangsungkan ritual ngabuburit. Justru kali ini saya ingin merasakan berbuka ala wong Jepang dengan menyantap mi. Suatu kebetulan jika saya harus membeli mi di sore hari. Selain untuk santap berbuka, juga karena memang pada hari biasa pun warung mi incaran saya ini hanya buka jam 17.00 sampai habis.


Maka pukul 16.30 WITA, saya beserta keluarga cemara saya mulai menerjang kemacetan yang disebabkan perayaan konsumerisme posoan. Menit-menit menjelang buka puasa memang sungguh diuji. Deretan mobil merayap lambat, beberapa bahkan berhenti semaunya tepat di depan stan penjual makanan. Klakson bersahutan tiada arti, bunyikan saja klaksonnya biar ramai. Berilah sedikit waktu si nyonya turun dari mobilnya membeli beberapa wadai (sebutan kue dalam bahasa Kalimantan) Bingka, Panada, Jalangkote, Salome, Sanggar, dan banyak pilihan wadai yang lain.
Motor kami melaju memasuki Jl. Dr. Soetomo di daerah Karang Rejo, lepas dari kemacetan jalan utama Kota Balikpapan. Tak sulit kami menemukan sebuah stan kecil yang menjual mi dengan nama Take Mie Away. Terletak di pelataran salon rias pengantin, dua lelaki muda berbadan gemuk sedang menata kedai mi mereka. Desain kedai terlihat simpel dan unik ala kedai mi di Jepang. Tampak dua mamas ini tidak sekedar menjual mi, lebih dari itu mereka menyajikan tren baru makan mi.

Sebuah backdrop besar dipasang di samping meja mz koki mengeksekusi mi. Beberapa kalimat inspiratif berbahasa inggris menampilkan kesan trendi nan gaul. Adalah Nino dan Rio yang mengawali bakulan mi pada tanggal 2 Maret 2016. Meski baru tiga bulan lebih mereka membuka usaha kuliner yang menyasar pembeli anak-anak muda. Dalam waktu singkat mereka mampu membuat Take Mie Away disuka semua kalangan penyuka mi. Terbukti dengan larisnya mi yang setiap hari habis dan hadirnya aneka topping baru yang lebih variatif.

Saya memesan tiga varian rasa, Beef, Twist, dan Chicken. Saat memesan saya sempat Ge-Er ketika ditanya nama saya siapa. Namun, setelah Nino menulis nama dan pesanan saya di kertas kecil lalu menggantungnya dengan penjepit jemuran, saya urung tersipu malu. Nino bertugas melayani pesanan dengan mencatat sesuai nama pemesan, sekaligus kebagian finishing topping mi. Sedangkan Rio siap siaga di meja eksekusi mi, ibarat wajan teflon adalah perisai dan sutil kayu adalah pedangnya. Kerja sama keduanya berkolaborasi dengan santai dan penuh canda. Sebenarnya mereka tak keberatan jika saya banyak bertanya, tapi karena pembeli yang mulai ramai membuat saya tak enak hati untuk ngobrol lebih lama, khawatir mengganggu kesibukan mereka.
Asyiknya jika kita bisa memanfaatkan hobi sebagai sumber penghasilan. Bekerja tak lagi terasa sedang bekerja, melainkan berkreasi sesuai passion yang mampu menghasilkan keuntungan. Kepuasan batin didapat, keuntungan materi datang berlipat. Nino dan Rio mempunyai hobi yang sama yaitu doyan makan. Tak mau menyerah pada takdir sebagai makhluk konsumtif, keduanya bermetamorfosa menjadi insan produktif. Pengalaman kekayaan cita rasa yang mereka miliki menghasilkan formulasi resep mi yang lain dari yang lain dan tentu saja sangat lezat.

Take Mie Away dikemas dalam wadah kertas yang praktis bisa dinikmati sambil duduk maupun sedang berjalan. Mi yang digunakan adalah mi beku sehat tanpa bahan pengawet dari produsen lokal di Balikpapan. Topping berupa siraman bumbu kaya rempah dan potongan daging yang ditaburkan tanpa pelit. Disajikan panas dalam wadah kotak ditutup rapat menjaga aroma mi tidak menguar saat sedang on the way. Saat saya sedang menunggu pesanan mi, datang seorang abang gojek menyodorkan pesanan pada Nino. Rupanya, Take Mie Away telah masuk dalam pilihan order via Go-Food. Sesuai slogannya, “Take Mie Away, Take Mie Everywhere” mi olahan Nino dan Rio siap go everywhere bersama layanan Gojek.

Pesanan mi saya sudah siap, tiga kotak mi segera kami bawa menuju masjid Jami’ At-Taqwa untuk kami santap di sana. Di teras masjid, usai menunaikan shalat maghrib dan meneguk teh hangat, saya sekeluarga berlomba menyantap mi dengan sumpit. Meski wadah mi terlihat kecil namun banyak dan padat isinya, mi-nya tebal mantab, apalagi dengan potongan daging yang juga tebal membuat buka puasa kami cukup kenyang. Dengan membanderol harga Rp. 25.000 per porsi tak rugi untuk mendapatkan mi yang kaya cita rasa dan bikin nagih. Take Mie Away Beef lebih terasa pedas, Twist menyajikan potongan bakso; orak arik telur dan sosis, sedangkan Chicken tidak pedas sehingga cocok untuk anak-anak.

Take Mie Away memanfaatkan betul pemasaran mereka melalui konten media sosial yang sangat akrab dengan kalangan anak muda yaitu Instagram. Dasar pendidikan Nino sebagai jebolan kuliah jurusan IT dan Rio jurusan Ilmu Komunikasi membuat mereka tak kesulitan mengkreasikan gambar dan video dalam akun Instagram sebagai media pemasaran. Akun yang dibuat dengan kreatif, informatif, dan sangat persuasif membuat kedai mereka menarik untuk segera dikunjungi. “Kasigesit” adalah kata sakti yang mereka gunakan untuk mengundang pembeli.

Pemasaran oke, kemasan praktis, dan tampilan kedai yang instagramable hanyalah media pendukung larisnya kedai mereka. Tentunya semua bermuara pada rasa yang diakui kelezatannya. Tanpa kepuasan cita rasa, martabak jualan anak presiden sekalipun takkan diterima dan bisa buka cabang di berbagai daerah. Demikian juga Nino dan Rio tentu mempunyai cita-cita yang sama dalam membesarkan usaha kulinernya. Meski untuk saat ini mereka cukup enjoy dengan lokasi kedai yang masih ‘ngemper’ di pelataran toko. Kerja keras dan konsistensi mereka akan segera berbuah usaha yang lebih besar dan sukses. Semoga.

Hadirnya anak-anak muda yang menghidupkan ekonomi kreatif inilah yang diharapkan mampu mendukung kemandirian ekonomi bangsa kita. Jiwa produktif yang tahan uji dan tak mudah patah arang selayaknya mampu mewarnai dinamika hidup kaum muda. Memaksimalkan penggunaan media sosial sebagai media pemasaran untuk menjawab tantangan zaman.

Kemudian saya teringat usaha Cwie Mie kakak ipar saya di Kota Batu Jawa Timur. Dia yang belum melek teknologi media sosial dan hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut hingga kini tetap bertahan dengan warung kecil sederhana di teras rumahnya. Agaknya kunjungan saya ke kedai Take Mie Away bisa menginspirasi perkembangan warung kakak ipar saya itu. Meski kakak ipar saya orang yang gaptek (gak patek’en teknologi), tapi istrinya adalah mahmud yang rajin ndingkluk inguk-inguk berbagai olshop. Dengan memanfaatkan konten media sosial, Cwie Mie Cak Remin nantinya akan bisa dikenal sebagai bagian dari kekayaan kuliner khas Kota Batu. Tidak hanya dikenal oleh warga lokal Giripurno saja seperti saat ini.


Sebaiknya suami istri ini perlu dilatih oleh adiknya untuk memasarkan jualan dengan lebih massif. Karena Cwie Mie yang merupakan olahan mi khas Malang dengan merek Cak Remin ala kakak ipar saya itu sudah diakui enak oleh pelanggannya. Sayang jika olahan mi Cak Remin ini tidak memperluas pemasarannya. Suami yang mengolah mi, istrinya yang memasarkan dengan utak-atik fesbuknya. “Ready Cwie Mie Cak Remin original dan ekstra hot”, “oke sist”, “orderan sedang on the way sist”, kira-kira begitu nanti jawaban dalam melayani pelanggan. Ah, saya jadi tak sabar membayangkan suami istri ini berkolaborasi. Atau kelak saya sendiri yang akan mempraktekkan bisnis kuliner kreatif seperti ini? Atau juga Anda? Ciptakan kreasinya, jalani usahanya, nikmati hasilnya.

1 comment:

  1. Wah, jadi kepingin menikmati mie dalam kemasan kardus. Belum belum liat Mba. biasanya kalau take away ya dibungkus plastik.
    Salam kenal

    ReplyDelete